“Pembangunan halte ini jelas membahayakan pengguna jalan. Ini bukan kesalahan teknis kecil, tapi kelalaian yang mengancam nyawa,” tambah Budi.
Selain masalah lokasi, kualitas konstruksi halte juga dipertanyakan. Lantai halte yang dibangun pada musim hujan dilaporkan sudah retak hanya dalam beberapa pekan.
Padahal, sejumlah sekolah di lokasi proyek masih memiliki halte lama yang layak pakai. Masyarakat menilai proyek ini sekadar “pemuas target” tanpa mempertimbangkan urgensi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Data Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (Sirup) menyebut anggaran Rp 348 juta dialokasikan untuk konsultan perencanaan, pembangunan, dan pengawasan halte. Namun, proyek molor dari jadwal dan hasilnya jauh dari spesifikasi teknis.
Publik Lingga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera menyelidiki indikasi penyimpangan dan inefisiensi anggaran.
“Kami juga nantinya meminta Kejati Kepri dan BPKP turun langsung ke lapangan. Jangan sampai uang rakyat habis untuk proyek abal-abal,” ujar Budi.
Budi menegaskan, JPKP akan terus mendorong proses hukum hingga tuntas.
“Jika terbukti merugikan negara, kami tak akan berhenti di sini. Ini soal akuntabilitas pejabat publik,” pungkasnya.
Dugaan pemborosan APBD 2024 ini kembali memantik pertanyaan: sejauh mana pemerintah daerah memprioritaskan kebijakan yang pro-keselamatan dan tepat sasaran?
Penulis : Cahyo Aji
Halaman : 1 2