Pemkab. Lingga Lestarikan Tudung Manto - Laman 2 dari 2 - ihand.id | Informasi Harian Andalan Indonesia    

Pemkab. Lingga Lestarikan Tudung Manto

 Pemkab. Lingga Lestarikan Tudung Manto

Ditinjau dari asal kata-kata “Tudung Manto” berasal dari dua kata yaitu Tudung yang artinya Penutup sedangkan Manto merupakan sulaman atau bordiran yang menggunakan kelingkan atau benang khusus.

Tudung Manto adalah kain yang biasa digunakan sebagai penutup kepala dan merupakan kelengkapan pakaian adat khususnya perempuan Melayu umumnya, perempuan Melayu Kabupaten Lingga Kepulauan Riau khususnya.

Tutup Kepala (Tudung Manto) diperkirakan keberadaannya sudah sejak sekitar tahun 1775 silam (abab ke-18) pada zaman kerajaan Melayu Riau Lingga yang berkuasa di Semenajung Melayu.

Hak Paten Tudung Manto

Tudung Manto secara resmi didaftarkan melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Perlindungan Ciptaan Bidang Ilmu Pengetahuan, Seni dan Sastra dengan keterangan sebagai berikut :

1. Nomor dan Tanggal Permohonan : 000201000271, 22 Januari 2010
2. Pencipta Nama : Syarifah Faridah Alamat : Kampung Bugis RT.01 RW 04 Desa/Kel Daik, Kec Lingga Kabupaten Lingga
3. Pemegang Hak Cipta Nama : Syarifah Faridah Alamat : Kampung Bugis RT.01 RW Desa/Kelurahan Daik, Kecamatan Lingga Kabupaten Lingga.
4. Jenis Ciptaan : Seni Motif
5. Judul Ciptaan : TUDONG MANTO
6. Tanggal dan Tempat di umumkan untuk pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia : 05 Januari 2010, di Lingga
7. Nomor Pendaftaran : 047239

Dengan telah di daftarkannya TUDONG MANTO ini ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, berarti TUDONG MANTO telah menjadi Hak Cipta khusus bagi Ibu SYarifah Faridah yang berkedudukan di Kabupaten Lingga, untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, maupun memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Para Pemegang Hak Cipta berhak memberi lisensi kepada pihak lain berdasarkan Surat Perjanjian Lisensi yang dicatatkan di Kantor Hak Cipta.

Baca Juga:  Anggota DPRD Lingga Melakukan Reses di Daerah Pemilihannya

Adapun tujuan pemberian lisensi adalah untuk memberi kesempatan kepada pihak lain yang bukan pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk memanfaatkan hasil ciptaan pencipta dan bagi pencipta dapat menerima imbalan atau royalti atas hasil ciptaannya.

Tudung manto memiliki struktur motif hias,
yang terdiri dari:
Pertama, tali air atas dan bawah, yaitu motif
berbentuk garis pada posisi paling luar yang
dibuat di sekeliling kain bahan dan berfungsi sebagai pembatas motif. Tali air atas merupakan pembatas antara bunga kaki bawah dengan bunga tabur atau bunga pojok. Sementara itu, tali air bawah merupakan pembatas antara oyah dengan
bunga kaki bawah.

Kedua, bunga kaki bawah, yaitu motif
hias yang dibuat antara tali air atas dan tali air bawah. Motif yang digunakan untuk bunga kaki bawah di antaranya awan larat dengan kelok paku, bunga pecah piring dengan kelok paku, itik pulang petang dengan bunga pecah piring, semut
beriring, awan larat dan bunga tanjung, awan larat dengan pecah piring, kelok paku dan bunga kangkung, bunga cengkeh dengan kelok paku, wajik serta kelok paku dengan bunga kundur.

Ketiga, bunga tabur dan bunga pojok. Motif
bunga tabur adalah motif bunga sekuntum (tunggal) yang bertaburan secara teratur pada bagian tengah kain, dan biasanya disusun menurut jarak tertentu yang disesuaikan dengan ukuran kain bahan tudung manto. Motif ini terdiri dari motif
tampuk manggis, motif bunga teratai dengan
kelok paku, motif bunga kundur, bunga kangkung, bunga melur, kuntum sekaki, bintang-bintang, bunga tanjung serta bunga cengkeh. Motif bunga pojok adalah motif bunga tertentu —biasanya lebih beragam—yang ditekatkan pada keempat sudut kain tudung manto. Motif ini terdiri dari motif kembang setaman, bunga melur, dan motif
awan larat dengan buah setandan.

Baca Juga:  DPRD Lingga Sepakati Bangun 3 Dermaga Tahun 2023

Keempat, motif berbentuk bulat kecil
seperti titik yang disebut mutu berfungsi untuk memadati hiasan.

Kelima, motif hiasan pinggir yang terdiri dari tiga bentuk hiasan, yaitu oyah (jalinan benang emas dengan kelingkan yang berbentuk motif ombak), selari (motif ombak yang langsung dibuat menyatu dengan motif tali air bawah), dan jurai (terbuat dari manik-manik).

Jika dilihat sepintas, tudung manto hanya
terlihat sebagai sehelai kain yang merupakan
bagian dari pakaian adat bagi perempuan Melayu Daik. Namun jika dikaji lebih dalam, tudung manto mengandung serangkaian makna yang dipahami bersama oleh suku bangsa Melayu Daik. Rangkaian makna tersebut merupakan bagian dari sistem makna yang membangun kebudayaan mereka. Dengan mengkaji makna yang terkandung dalam tudung manto, kita bisa
memahami nilai-nilai budaya yang mendasari kehidupan orang-orang Melayu Daik. (Icoel)

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *