Hingga saat ini, berkas perkara belum juga dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Negeri Lingga karena adanya perbedaan perspektif hukum antara penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Penyidik hanya fokus pada unsur penipuannya dan mengarah ke pelaku, sementara JPU melihat dari sisi sosial dan fiktimologi, menekankan posisi korban,” jelasnya.
Bahkan, lanjut Suherman, JPU Kejari Lingga sempat meminta agar penyidik Satreskrim Polres Lingga melakukan pemeriksaan terhadap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) guna menilai kemungkinan restitusi bagi para korban.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Akibat perbedaan sudut pandang tersebut, berkas perkara terus bolak-balik tanpa kepastian hukum.
“Kalau kasus ini hanya dibawa ke pengadilan dengan pasal 372 dan 378, para korban tidak akan mendapatkan kembali uang mereka yang telah digelapkan. Karena itu, kami memilih melaporkan kembali dengan pasal TPPU, agar aset yang disembunyikan pelaku bisa ditelusuri dan dikembalikan,” tegas Suherman.
Kasus ini menambah daftar panjang korban investasi ilegal yang masih menanti kejelasan hukum dan pemulihan kerugian finansial.
Laporan TPPU diharapkan dapat membuka jalan baru bagi penegakan hukum yang tidak hanya fokus pada pelaku, tetapi juga pada pemulihan hak-hak korban.
Penulis : Cahyo Aji
Halaman : 1 2