Pernyataan Presiden Prabowo ini muncul di tengah polemik vonis ringan yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah dengan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun.
Dalam sidang pada 23 Desember 2024, majelis hakim hanya menjatuhkan hukuman 6 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 1 miliar, dan ganti rugi Rp 210 miliar. Jika ganti rugi tidak terpenuhi, maka diganti dengan tambahan hukuman 2 tahun penjara.
Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 12 tahun penjara. Presiden Prabowo menilai keputusan tersebut menyakiti rasa keadilan masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia juga menyinggung fasilitas penjara yang dianggap tidak setimpal bagi koruptor, seperti akses AC dan lemari es.
“Rakyat mengerti persoalan ini. Kalau ada korupsi ratusan triliun tapi vonisnya ringan, rakyat curiga. Kita butuh vonis yang tegas, misalnya 50 tahun,” tegasnya.
Seruan Kembali ke Cita-Cita Bangsa
Presiden Prabowo mengajak seluruh elemen pemerintahan untuk menjadikan Musrenbangnas sebagai momentum introspeksi dan perbaikan.
“Kita gunakan momen ini untuk membersihkan diri dan membenahi tata kelola pemerintahan. Kita semua harus kembali ke cita-cita pendiri bangsa pada 17 Agustus 1945,” imbuhnya.
Pernyataan Presiden ini mendapat respons luas, terutama di media sosial. Banyak netizen mengkritik vonis ringan yang dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat.
Kasus Harvey Moeis disebut berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi di masa depan jika tidak ditangani dengan tegas.
Melalui pidatonya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berkeadilan.
“Hukuman bagi koruptor harus sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, bukan hanya berdasarkan hitungan formalitas hukum,” pungkasnya.
Penulis : Redaksi
Halaman : 1 2