Pertimbangan utama meliputi:
- Adanya kesepakatan damai antara korban dan tersangka.
- Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
- Ancaman hukuman di bawah lima tahun.
- Tidak ada kerugian materiil.
- Tersangka mengakui kesalahan dan telah meminta maaf.
- Respon masyarakat positif demi keharmonisan bersama.
Atas dasar tersebut, Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) akan segera diterbitkan oleh Kejari Karimun.
Kejati Kepri menegaskan bahwa Restorative Justice bukanlah bentuk impunitas, melainkan mekanisme hukum yang mengutamakan pemulihan hubungan sosial, perdamaian, dan kemanusiaan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Restorative Justice hadir untuk menghindari kriminalisasi berlebihan pada perkara ringan, sekaligus menjaga harmoni di tengah masyarakat,” ujar Kajati Kepri.
Dengan kebijakan ini, masyarakat berharap hukum benar-benar menjadi pilar keadilan, bukan sekadar alat pembalasan.
Namun, Kejati juga menekankan bahwa RJ tidak boleh dimaknai sebagai kesempatan bagi pelaku untuk mengulangi kejahatan.
Keberhasilan penyelesaian kasus penganiayaan di Karimun melalui Restorative Justice menjadi bukti nyata bahwa hukum dapat berjalan tegas sekaligus humanis.
Kajati Kepri bersama jajarannya telah menghadirkan wajah baru keadilan di tengah masyarakat Kepulauan Riau.
Langkah ini sekaligus memperkuat pesan bahwa keadilan sejati bukan hanya soal menghukum, tetapi juga tentang memulihkan, memaafkan, dan menciptakan harmoni.
Penulis : Ivantri Gustianda
Sumber Berita : Kejaksaan Tinggi Kepri
Halaman : 1 2