Bupati Lingga Kunjungi Rumah Tenun Penghasil Kain Telepok - ihand.id | Informasi Harian Andalan Indonesia    

Bupati Lingga Kunjungi Rumah Tenun Penghasil Kain Telepok

 Bupati Lingga Kunjungi Rumah Tenun Penghasil Kain Telepok

Ihand.id – Rumah Tenun Lingga telah diresmikan pada peringatan Hari Jadi Kabupaten Lingga ke-20, di Daik, Kawasan Damnah, Kecamatan Lingga.

Bupati Lingga Muhammad Nizar, bersama Ketua Dekranasda Maratusholiha NIzar juga kembali mengunjungi lokasi tersebut baru-baru ini.

Bupati Lingga, M. Nizar mengunjungi rumah tenun penghasil kain telepok (foto: ist)

Nizar mengatakan, bahwa rumah tenun ini difungsikan untuk menghasilkan kain telepok.

“Kain Telepok yang dimaksud bukanlah hal yang baru tetapi sudah ada sejak lama dimasa kesultanan dan di tahun 2010 sudah mendapatkan HAKI,” kata Nizar.

Maka Nizar berharap, dalam menenum kain telepok ini dapat terus dilakukan, karena salah satu sumber pendapatan bagi para penenun.

Bupati Lingga, M. Nizar mengunjungi rumah tenun penghasil kain telepok (foto: ist)

“Sehingga ke depan akan lahir produk-produk yang menjadi kebanggaan bagi kabupaten lingga,” ungkapnya.

Mengenal Lebih Dalam Kain Telepok Kabupaten Lingga.

Menurut catatan sejarah, kain telepok atau telepuk ini telah ada dan berkembang pada masa Sultan Muhammad Syah yang memerintah tahun 1832-1841 Masehi.

Ini juga yang dikenal dengan marhum kedaton yang bersemayam di kompleks makam Bukit Cengkeh, Daik Lingga.

Kain tradisional ini merupakan akulturasi antara Budaya Melayu dan Budaya Bugis yang ketika itu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di Negeri Bunda Tanah Melayu.

Kain Tenun juga telah mendapatkan pengakuan hak kekayaan intelektual atau haki pada tahun 2010 sebagai milik Kabupaten Lingga.

Makna dari kain telepuk yakni menelepuk atau memberikan motif pada kain menggunakan kertas emas dengan cap.

Dalam tradisi berpakaian di Lingga, kain telepuk dipakai untuk acara adat istiadat, seperti untuk pengantin bersanding dan menghadiri majelis upacara adat.

Orang-orang tua di Lingga menyatakan, kain telepuk tidak lazim dipakai oleh kaum wanita dan hanya dikhususkan untuk kaum laki-laki.

Dalam sejarah Kerajaan Lingga-Riau, kain telepuk tidak boleh sembarangan dipakai oleh masyarakat Melayu.

Baca Juga:  KICKBOXER Lingga Siap Hadapi Lawan di PORPROV Kepri

Mengenai aturan Istiadat bekerja besar bertabal kawin, kain telepuk dilarang dipakai oleh masyarakat yang bukan bangsawan di dalam menghadiri majelis.

Masyarakat Lingga bukan saja sekedar memakai, tetapi juga memproduksi kain telepuk dan menenun kain, khusunya di wilayah Daik, sebagai tempat kedudukan Istana Sultan Lingga-Riau.

Dari segi corak, Kain Telepuk berwarna dasar biru tua dan bermotif bunga-bunga kecil-kecil berwarna kuning emas.

Membuat motif kain telepuk secara tradisional menggunakan kertas emas dengan cara di cap pada kain.

Untuk melekatkan kertas emas melekat di kain digunakan perekat tertentu.

Untuk membuat motif pada kain telepuk, Menurut Siti Zainon Ismail, yakni kain yang telah digerus dibentang untuk proses menelepuk dilakukan.

Proses telepuk dimulakan dengan menyapu sedikit gam Arab pada lengan menggunakan sudip buluh atau bambu mengikut saiz sarang bunga telepuk yang hendak digunakan.

Sarang bunga akan ditekap pada lengan beragam lalu dicetak pada permukaan kain.

Kertas emas diletakkan dengan teliti di ruang bergam dan diketuk secara perlahan dengan batang berus buluh.

Seterusnya lebihan perada disapu menggunakan berus bagi meninggalkan kesan motif yang dicetak saja.

Dalam membuat corak pada kain telepuk, ditambah motif kepala kain yang berbeda dengan motif dasar.

Kepala kain terletak ditengah-tengah dengan ukuran tertentu sepanjang lebar kain.

Kepala kain dibuat sebagai penghias kain agar lebih nampak indah dan jika dipakai diletak pada bagian belakang sebagai penanda pakaian kaum laki-laki.

Di masa kini karena keterbatasan peralatan, pembuatan motif kain telepuk mengikuti cara modern.

Pengrajin menggunakan plastik tipis transparan yang telah ditebuk tembus dengan bentuk motif tertentu.

Kain yang akan diberi motif diletakkan plastik sebagai acuan motif, kemudian diberi olesan cairan kental berwarna kuning keemasan berbahan tertentu.

Baca Juga:  Anggota Dewan Lingga Soroti Penerangan Jalan Hingga Lapangan Pekerjaan Di Desa Sungai Raya

Setelah dioles, plastik diangkat dan meninggalkan bentuk motif tertentu berwarna kuning keemasan.

“Kain yang telah diberi motif selanjutnya di jemur di bawah panas matahari hingga mengering. Selanjutnya agar bisa digunakan sebagai kain dagang, kain telepuk dijahit untuk dijadikan kain sarung,” sebutnya dalam catatan sumber Budaya Lingga.

Jenis-jenis motif yang digunakan pada kain telepuk, di antaranya ada motif bunga manggis kembang berisi, maknanya kesuburan dan kesehatan jasmani dan rohani.

Kemudian, motif bunga bertabur sekodi, maknanya kemuliaan dan keindahan dan lainnya. (yd)

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *