Bupati Lingga Berharap Pengurus Dekranasda Mampu Bekerja Maksimal Promosikan Tudong Manto - Laman 2 dari 2 - ihand.id | Informasi Harian Andalan Indonesia    

Bupati Lingga Berharap Pengurus Dekranasda Mampu Bekerja Maksimal Promosikan Tudong Manto

 Bupati Lingga Berharap Pengurus Dekranasda Mampu Bekerja Maksimal Promosikan Tudong Manto

Sementara itu, Ketua Dekranasda Kabupaten Lingga, Maratusholiha mengajak Lingga kembali menghidupkan pengrajin UKM Batik serta UKM lainnya guna menghidupkan ekonomi masyarakat di masing-masing desa yang ada di Kabupaten Lingga.

Ketua Dekranasda menambahkan Dekranasda hadir untukmeningkatkan daya saing kerajinan berbasis kearifan lokal dengan selera global melalui pengembangan inovasi, desain, kreativitas dan efisiensi.

Selain itu tambahnya lagi, pemerintah daerah melalui OPD terkait harus mendorong perluasan akses pasar bagi produk-produk kerajinan, membangun ekosistem industri kerajinan melalui penguatan potensi kerajinan Indonesia serta mendorong industri kecil dan menengah (IKM) kerajinan masuk kedalam rantai pasok global.

Terkait ide kreatif dalam menghidupkan kembali ekonomi masyarakat yang disampaikan oleh Ketua Dekranasda ini, seluruh kepala OPD terkait mendukung penuh dan siap bersinergi dalam upaya memotivasi desa agar menggali potensi yang ada di masing-masing daerahnya.

“Kita memiliki pokok-pokok program Dekranas masa bakti 2019- 2024 seperti pengembangan dan perluasan kerjasama/ pangsa pasar melalui promosi pameran didalam dan luar negeri baik secara offline maupun online” sebut Ibu Maratusholiha beberapa waktu lalu.

Selanjutnya dia menambahkan akan memfasilitasi kepada pengrajin untuk perlindungan kekayaan intelektual seperti halnya merek, desain industri, hak cipta dan indikasi geografis.

Selain itu juga, sebagai upaya produk Lingga lebih dikenali oleh daerah luar, Pemerintah daerah Kabupaten Lingga akan mempersiapkan tehnik promosi, baik itu promosi melalui media sosial serta hal-hal strategis yang lebih mudah dijumpai oleh banyak peminat.

Adapun produk hasil kerajinan dari kegiatan dekranasda seperti Tudong Manto.

Tudung manto merupakan kain penutup kepala yang terbuat dari berbagai jenis kain seperti kain kase, kain sifon, kain sari, dan kain sutera dengan warna yang beragam. Tudung manto memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari lebar 60 cm dan panjang 150 cm hingga panjang 200 cm. Ciri
khas utama tudung manto adalah hiasan wajib berbentuk tekat dengan berbagai motif yang dibuat menggunakan kawat lentur seperti benang berwarna perak ataupun emas yang disebut genggeng atau kelingkan.

Baca Juga:  Indonesia Desak Penghentian Tindak Kekerasan di Daerah Konflik Palestina-Israel

Perempuan Melayu di Daik mengenakan kain penutup kepala yang disebut tudung manto. Kain penutup kepala ini memiliki hiasan yang khas dan berbeda dengan penutup kepala yang dikenakan oleh perempuan Melayu di daerah lain di Kepulauan Riau. Perempuan Melayu di
Kelurahan Daik Kabupaten Lingga telah mengenal tudung manto sejak tahun 1700-an, dengan berkembangnya pengetahuan serta keterampilan bertenun di daerah Kampung Mentok, Siak, Sepincan, Tanda, dan Gelam.4
Sekarang kurang lebih 200 tahun telah berlalu, tudung manto masih diproduksi dan dipakai oleh perempuan Melayu di sana. Kemampuan tudung manto bertahan sebagai pakaian adat yang menunjukkan bahwa ia mengandung makna tertentu. Ia merupakan wahana bagi serangkaian makna yang penting bagi orang Melayu Daik.

Jika dilihat sepintas, tudung manto hanya
terlihat sebagai sehelai kain yang merupakan
bagian dari pakaian adat bagi perempuan Melayu Daik. Namun jika dikaji lebih dalam, tudung manto mengandung serangkaian makna yang dipahami bersama oleh suku bangsa Melayu Daik. Rangkaian makna tersebut merupakan bagian dari sistem makna yang membangun kebudayaan mereka. Dengan mengkaji makna yang terkandung dalam tudung manto, kita bisa
memahami nilai-nilai budaya yang mendasari kehidupan orang-orang Melayu Daik.

Setiap motif yang terdapat dalam sehelai
kain tudung manto mengandung makna tertentu yang dipahami bersama oleh masyarakat Melayu Daik. Makna-makna yang ada merupakan konsepsi tentang sesuatu yang dianggap baik, bernilai, dan dicita-citakan oleh orang Melayu Daik. Motif
yang dipakai berbentuk tumbuhan dan hewan yang dipilih secara teliti untuk menjadi wahana bagi konsepsi. Motif-motif tersebut tidak dengan sendirinya menjadi simbol bagi suatu konsepsi, melainkan konsepsi atau nilai itu yang sengaja dilekatkan pada motif-motif yang ada, sehingga motif itu menjadi suatu simbol. Melekatkan motif dengan suatu konsepsi dilakukan dengan sangat teliti. Motif-motif itu dipilih berdasarkan pada pengamatan terhadap kesesuaian antara nilai dan
konsepsi dengan kondisi alamiah motif. Dengan demikian, motif hias tudung manto dapat dipisah dari konsepsi atau nilai yang dikandungnya, sesuai dengan perkembangan alam pikiran masyarakat Melayu yang memakainya.

Baca Juga:  Kapolres Lingga Hadiri Seleksi Paskibraka Kab. Lingga

Semua simbol dibuat dengan tujuan tertentu.
Sistem simbol dalam kain tudung manto sebenarnya adalah sarana pengingat kepada norma dan nilai ideal budaya Melayu Daik. Dengan memakai tudung manto diharapkan si pemakai maupun orang Melayu lainnya yang melihat selalu teringat kepada norma dan nilai budaya mereka yang tersimpan dalam motif tersebut. Oleh sebab itu,
mereka terdorong untuk tetap menjaga perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang diyakini bersama. Pentingnya nilai yang terkandung dalam setiap motif menjadikan tudung manto sebagai benda yang dimuliakan dan bahkan dianggap bertuah, sebagaimana ungkapan Melayu berbunyi
“mulie kaian karne bermakne” (mulia kain karena mengandung makna). (Icoel)

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *